Kisah Ketegaran Sejati

Kemarin siang, ada seorang sahabat datang kpd saya,lalu memberikan selembar sobekan majalah bekas,yang tlah kusut.. “Baca ini bet!”..
Meskipun banyak air mata yang tertumpah setelah membaca artikel itu,tapi sy mulai sedikit lega..mulai sedikit sadar..(tadinya emang pingsan :) )dan mencoba lebih tegar. Siap menjalani hidup yg lebih baik,,lebih baik..dan lebih baik lagi. Insya Allah.


Delapan belas tahun silam, Ayu menerima pinangan S (sekarang 46 tahun) kekasihnya. Mereka telah dua tahun berhubungan asmara. “Kami merencanakan masa depan bersama. Semua sangat indah,” kisah Ayu. Saat Ayu mengandung 3 bulan, S, yang mendapat beasiswa pascasarjana,pamit kepada istri dan keluarga besarnya untuk ke Australia selama 2 tahun.

Kehamilan mengurungkan niat Ayu untuk mendampingi S menimba ilmu.
Sebulan pertama, mereka saling bertelepon setiap akhir pecan. Pelan-pelan, Ayu mengenal kehidupan baru dan beberapa teman S di asrama mahasiswa tempat S tinggal. Namun, bulan berikutnya, Ayu tidak lagi mendapatkan kabar. “Saya menghubungi asrama, penghuni lain bilang, kamarnya selalu dikunci. Teman-temannya tidak tahu, S kemana,” tuturnya.

Ketika semua jawaban mengarah pada “tidak tahu”, Ayu mulai gusar. “Saya memberi tahu ibu mertua,” katanya.
Awalnya, keluarga menyalahkan Ayu yang mengulur-ulur kabar. “Saya menjelaskan, saya mencoba mencari sendiri dulu dengan menghubungi sejumlah teman,” sambungnya. Keluarga akhirnya mengerti.

“Ibu saya mendatangi keluarga besan. Mereka berbicara sangat serius. Saya dilarang hadir. Sampai ibu dan ibu mertua saya wafat, saya tidak tahu apa yang mereka bicarakan waktu itu.” Tapi, sejak itu, Ayu mendapat perlindungan ketat dari keluarga, demi menjaga kesehatan kehamilannya. “Saya tidak boleh capek dan stress. Mereka bilang, sudah ada orang yang mengurus pencarian S, termasuk menghubungi paranormal,” tutrnya.

Ayu pun diungsikan ke rumah neneknya. Toh, perasaan berat tak dapat dibendung, tatkala sejumlah teman di kantor menanyakan kabar S di Australia. “Kalau saya jawab jujur, pasti harus menjelaskan panjang lebar. Malas sekali rasanya.
Menguras energi, dan seperti menancapkan duri di dalam hati. Saya jadi pendiam. Saya terus-menerus bertanya dalam hati, apa salah saya, sehingga dia pergi?”
Secara rutin Ayu mengirim kartu pos kepada S. Tapi, setelah kehamilannya memasuki usia 5 bulan, dan semua kartu pos tersebut kembali ke tangannya, ia memutuskan untuk berhenti mencari.

“Stop, saya minta pada keluarga untuk menghentikan pencarian.” Ujarnya.
Ayu melahirkan bayi laki-laki di usia kandungan 7 bulan. “Tiba-tiba saya mengalami pendarahan hebat. Di rumah sakit, dokter sampai harus menggunting baju saya, karena keadaan saya sudah kritis dan harapan hidup sudah tipis,” tuturnya. Syukur, Ayu dan bayinya selamat. “Saya dan dokter sama-sama heran, mengapa kehamilan saya yang awalnya sehat, tiba-tiba tekanan darah saya melonjak sehingga terjadi pendarahan.”

Si bayi yang sehat dan tampan sudah berumur 2 tahun, ketika keluarga besar S mengunjungi Ayu dan menawarkan bantuan untuk membesarkan anaknya. Dengan halus Ayu menolak. Ia menganggap, anaknya adalah tanggung jawab dia sepenuhnya.
Beberapa tahun kemudian, karena S tetap hilang dan tidak ditemukan, Ayu mengurus perceraian in absentia, dan secara pengadilan agama islam, talak otomatis jatuh karena dua tahun silam tak menafkahi istri. Waktu terus bergulir, dan Ayu meneruskan hidupnya. Kepada A, anak semata wayangnya, ia menanamkan agar tetap menghormati sosok ayahnya yang hilang.

Tapi, begitu A memasuki usia sekolah, rasa waswas dan kesal sering menghampiri Ayu. Tak hanya mempertanyakan keberadaan S,pihak sekolah juga heran mengapa A selalu cuek jika ditanyakan di mana ayahnya. Belum lagi ketika A mendapat tugas membuat pohon keluarga. Cabang dahan yang satu tak tahu harus di isi apa. “Saya tunjukkan foto pernikahan saya dengan S. Dengan begitu, dia tahu, dia lahir karena cinta yang pernah benar-benar ada,” ujar Ayu. “Ketika A duduk di SD, A bertanya lagi akan keberadaan ayahnya. Saya menjawab, ayahnya hilang, mungkin karena tidak lagi menyayangi saya.” Di luar perkiraannya, A begitu cepat menerima hal tersebut. Ia tumbuh menjadi sahabat ibunya. “Saya bias bertahan, semata karena anak saya. Tanpa dia, mungkin saya sudah jatuh,” ungkap Ayu.

Suatu sore, tahun 2009, A meminta bantuan Ayu mencari bahan tugas sekolah di internet. Ketika browsing, tiba-tiba ia menemukan milis yang mencantumkan nama samaran S. “Hanya saya dan S yang menggunakan nama itu. Tapi, saya heran, kok nama itu berasal dari Bali?” Penasaran, Ayu menghubungi adik-adik iparnya.
Betapa terkejutnya Ayu ketika mendapat jawaban bahwa mereka sudah mengetahui keberadaan S sejak setahun sebelumnya.

Mereka merahasiakan hal itu, karena melihat Ayu sudah dapat menata kehidupan dengan baik. Mereka tidak ingin, setelah 12 tahun menghilang, S mengganggu kedamaian yang sudah susah payah Ayu bangun. Tapi, lewat adik ipar pula, Ayu mengetahui bahwa S ingin menemuinya, dan melihat A, putra kandungnya.

Hati Ayu bergejolak. Luka yang hamper kering, terkoyak lagi. “Apakah saya masih menyayanginya?” tanyanya. Karena cintanya pada sang putra, ia bertanya apakah A (yang saat itu telah remaja) bersedia bertemu ayahnya. Jawabannya mengejutkan. A tak ingin menemui ayahnya, kecuali Ayu ingin kembali pada S.
Tanda Tanya besar didalam hati, tetap menuntut jawaban. S dan Ayu bertelepon. “Kami berbicara selama 3 jam. Semua tanda Tanya dan kepedihan tumpah ruah. Saya terus-menerus menangis,” ungkapnya.

Ketika akhirnya mereka bertemu lagi, hati Ayu terlanjur hampa. Hilang keinginannya untuk bertanya lebih jauh, mengapa S dulu tega pergi begitu saja, hanya untuk berkelana di Australia seperti yang diceritakannya.

“Kepribadian S berbeda dari yang saya kenal dulu. Dia pun telah memiliki keluarga baru di Bali. Saya tidak mungkin menerimanya kembali. Menggugat alas an kepergiannya dulu, hanya akan mengorek luka,” tutur Ayu. Ia mengizinkan kapan pun A ingin bertemu ayah kandungnya. Namun, ia membiarkan penggalan masa lalunya tetap menjadi missing puzzle. “Kita berdua saja ya,Bu,” kata Ayu, menirukan ucapan putranya.
Berbekal itu, ia mantap meneruskan kehidupan di masa depan.

Subhanallah..mama lebih kuat Ca.. Insya Allah

No comments:

Post a Comment